Ilmuwan Muslim
09.05.2019
Al-Kindi Saintis Serba Bisa
Di kalangan sarjana Muslim atau sarjana Barat, Al-Kindi dikenal sebagai saintis serba bisa. Betapa tidak, ilmu pengetahuan dari kebudayaan, sains, hingga filsafat, sangat dia kuasai sehingga banyak sarjana lain menghormatinya.
Sarjana Barat, seperti Gronemo Cardano dan Bacon menganggapnya sebagai pemikir ulung dalam sejarah dunia. Al-Kindi sangat pekat dalam bidang optik dan merupakan filsuf jenius bangsa Arab.
Santos bernama lengkap Abu Yusuf Ya'kub bin Ishak Al-Kindi, dikenal oleh sarjana bangsa Barat dengan Al-Kindus. Dia lahir pada tahun 809 M di Kufah (sekarang dikenal Arab Saudi). Dia keturunan suku Kindah, Arab Selatan. Keluarganya sangat terhormat karena ayahnya menjabat Gubernur Kufah pada masa Khalifah Al-Mahdi (775-785 M) dan Ar Rasyid (786-809 M).
Al-Kindi lahir di tengah keluarga yang sangat kaya dengan ilmu pengetahuan. Sejak masih kecil sebelum kepindahannya ke Basra untuk menempuh pendidikan, Al-Kindi telah menunjukkan kecerdasan dan minatnya yang besar pada Ilmu dan Teknologi.
Saat itu kota Basra terkenal sebagai tempat persemaian gerakan intelektual dan pusat ilmu pengetahuan yang berpengaruh. Sebuah kota yang menjanjikan harapan bagi para pembelajar ilmu. Kemudian, dia pindah ke Baghdad dan menyelesaikan pendidikannya di sana.
Al-Kindi hidup selama masa pemerintahan Daulah Ab-basyiah; Al-Amin (809-813 M), Al-Ma'mun (813-833 M), Al-Mut'tashim (833-842 M), Al-Watiq (842-847 M), dan Al-Mu'tawakkil (847-861 M).
Dengan para Khalifah tersebut, Al-Kindi menjalin hubungan erat, yang di kemudian hari mengantarkan dirinya mendapat dukungan yang besar bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Sepanjang hidupnya, selain dikenal sebagai filsuf, Al-Kindi juga termasuk ilmuwan yang disegani. Selama abad ke 9M, dia termasuk salah seorang yang gemilang namanya dalam dunia ilmu kimia dan ilmu fisika. Perpustakaan pribadinya, Al-kindiyah, dipenuhi ribuan koleksi berbagai disiplin ilmu, yang merupakan sumber informasi pengetahuannya.
Karya-karya pemikiran Al-Kindi banyak menyoroti masalah logika dan matematika. Selain itu, dia juga menulis berbagai ulasan buku karya ilmuwan Aristoteles yang berbeda, di antaranya pengantar atau menulis tentang logika menurut pikirannya sendiri.
Menurut Al-Kindi, logika itu perlu untuk persiapan sebagai seorang filsuf, walaupun tidak terlalu penting dibandingkan pentingnya matematika. Menurut Al-Kindi, seseorang hendaknya jangan bercita-cita untuk mengetahui prinsip-prinsip pertama tentang segala sesuatu tanpa menguasai matematika karena penalaran matematika bagi Al-Kindi lebih fundamental dibandingkan dengan logika.
Al-Kindi memandang alam semesta ini terdiri atas sfera-sfera sepusat yang berputar di sekeliling bumi yang tidak bergerak. Di luar alam semesta ini, tidak ada kehampaan atau kepenuhan dengan benda. Pada pusat alam semesta itu juga, terletak bumi yang dikelilingi langit yang di luarnya adalah sfera-sfera dari unsur-unsur kepadatan. Sfera-sfera ini adalah air, udara, dan api. Pengetahuan ini sesuai dengan alam fisis tiap unsur.
Al-Kindi berteori bahwa alam bumi dan air bergerak ke pusat bumi, sedangkan alam udara dan api justru menjauhinya. Kemudian, setiap unsur memiliki dua sifat. Api bersifat panas dan kering, udara bersifat panas dan lembab, air bersifat dingin dan lembab, sedangkan bumi bersifat dingin dan kering. Bagi Al-Kindi, keempat unsur sederhana itu berada diluar jangkauan hukum kehancuran karena sifatnya yang tidak dapat berbagi-bagi. Akan tetapi, tidak seperti halnya Aristoteles dan Ptolemeus, Al-Kindi yakin bahwa nasib terakhir unsur tersebut tetap berada di tangan Tuhan, yang akan membuatnya abadi selama Dia menghendaki demikian.
Dalam catatan biografi Al-Kindi----Al-Muntakhab--- terlihat bahwa dia merupakan orang pertama termasyhur di antara kaum muslim di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan lainnya, seperti tata bahasa, sastra, ilmu kedokteran, dan seni. Keutamaan-keutamaan yang jarang sekali terpadu dalam diri seorang individu tunggal. Semua karya terjemahan, koreksi, ulasan, dan karya orisinil Al-Kindi lainnya menjadikan dirinya sebagai penggerak ilmu pengetahuan hingga mencapai puncaknya sekarang ini.
Ia menjadi pelopor utama dalam memperkenalkan berbagai masalah metafisika, psikologi, etika, geometri, astronomi, fisiologi, optika, serta pendekatan yang berdasarkan metode logika dan ilmiah ke alam pikiran muslim Arab.
Di bidang farmasi, Al-Kindi mencoba menetapkan bahwa efektivitas obat-obat campuran bergantung pada hubungan matematis antarbahan obat itu. Penjelasannya tentang warna langit yang biru memberikan perhatian yang besar. Ia juga memperlihatkan keaslian dan kebebasan berpikir dalam karya-karyanya.
Dalam buku De Subtilitate, Gronimo Cardano mencatat Al-Kindi di antara Ciri Subtilitate praestantes. Dia berbagi kehormatan yang sama dengan nama-nama besar, seperti Al-Khawarizmi, Ptolemy, Eculides, dan Aristoteles.
Adapun dalam salah satu buku Roger Bacon, Opus Magis, dia mencatat bahwa Al-Kindi, seperti halnya Idrus, mengukuhkan bahwa pengelihatan tidak pernah menentukan jarak antara pengelihatan itu dan objek yang terlihat, ataupun ukuran dari objek yang terlihat atau kedudukan serta situasinya kalau cahaya visual tidak lewat keobjek yang terlihat dan tidak atas objek itu, menangkap permukaannya serta mencakup berbagai ekstremitasnya.
Dibandingkan karyanya di bidang filsafat, sebetulnya berbagai karya ilmiahnya dalam bidang ilmu pengetahuan eksakta jauh lebih banyak. Oleh karena itu, banyak peneliti yang menganggap Al-Kindi hanya sebagai ilmuwan dan bukan seorang filsuf. Minatnya yang amat besar di bidang eksakta tidak diragukan lagi. Walau begitu, kita tidak meragukan sumbangannya dalam merintis filsafat muslim Arab.
Satu jilid yang sangat berguna mengenai karya-karyanya terbit di Baghdad bertepatan dengan peringatan 1000 tahun Al-Kindi yang diselenggarakan pada tahun 1962 dan dipersiapkan oleh Prof. Richard J. Me Carthy, S.J. berjudul at-Tasyanif al-Mansubah ila Fayasuf al-'Arab.
Sumber :
Buku "Ilmuwan Muslim, yang mengubah dunia" karya Edi Warsidi